Pencapaian tertinggi dan Kehilangan



2018 merupakan tahun yang sangat berkesan bagi saya. Dalam setahun saya bisa menyelesaikan berbagai kegiatan yang luar biasa. Awal tahun saya menyelesaikan diklat perpustakaan yang berjalan selama tiga bulan secara daring. Selain itu, saya harus pemberkasan setelah pengumuman kelulusan mengikuti program PPG. Masih di awal tahun, semester baru dengan berbagai kursus yang harus diselesaikan.
Proses menyelesaikan laporan sangat susah karena membutuhkan penelitian lapangan untuk menyelesaikannya. Kala itu saya sedang berstatus sebagai guru di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah kejuruan. Selain itu, saya juga sebagai mahasiswa di program pascasarjana salah satu universitas negeri. Di waktu yang sama saya sedang menyusun proposal penelitian untuk tesis saya. Kebayangkan repotnya, saya harus membuat laporan penelitiian perpustakaan, mengajar di dua sekolah, dan menyelesaikan proposal penelitian di kampus. 
Saya kewalahan, drop mental dan fisik, dan mengeluh. Tapi, ayah saya selalu mengajarkan untuk menyelesaikan segala hal yang telah kita mulai. Jadi, niat berhenti di tengah jalan tidak pernah hadir dalam hidupku. Oleh karena prinsip itu pula, saya selalu berhadapan dengan pilihan yang berat. Punya banyak keinginan tapi waktu dan kemampuan fisik tidak dapat dibagi dengan baik. Ada tanggung jawab sebagai guru, tanggung jawab sebagai anak, dan tanggung jawab terhadap pilihan impian yang ingin dicapai.
Alhamdulillah! Pekerjaan selesai satu per satu. Selesai diklat perpustakaan, selesai seminar proposal penelitian, mengajar masih tetap jalan. Oh iya, sekadar info tempat mengajar dan tempat kuliah saya berjarak 246 km. Jadi, kuliahnya pulang balik setiap pekan. Semua selesai dengan baik, tapi ada tantangan baru harus mulai penelitian, setelah mempertahankan proposal di depan dewan penilai.
Di waktu penantian jadwal ujian tutup, ada kabar yang begitu mengejutkan. Penempatan kuliah PPGnya di luar pulau Sulawesi, tepatnya di Jawa Timur. Bingung dan bimbang. Rezeki dari Allah luar biasa. Doa-doaku dikabulkannya di waktu yang hampir bersamaan semua. Tantangan terberat mulai muncul.
Meninggalkan orang tua. Sebentar hanya sekitar tiga bulan. Tapi, di rumah ada tante yang sedang sakit parah. Tak ada orang lain yang merawat, yang bisa hanya saya dan ibu. Beliau tak punya suami dan anak. Kasihan jika ibu sendiri dengan kesehatan yang juga tidak sepenuhnya stabil. Pilihan yang berat. Belum lagi semuanya membutuhkan dana besar, biaya kuliah belum selesai, ada lagi biaya untuk pendidikan di luar kota.
Ibu dan ayah menyakinkan bahwa semua baik-baik saja. Akhirnya, dua hari setelah yudisium berangkat ke Surabaya. Kala itu bertepatan dengan lebaran idul adha. Pengalaman pertama berlebaran tidak bersama orang tua. Bagaimana pun pasti sedihlah, bukan hal yang lumrah dialami. Orang tua tidak tahu menggunakan gawai android atau semacamnya. Jadi, hanya bisa melepas rindu dengan mendengar suaranya.
Di pertengahan masa pendidikan, saya mendapat telepon bahwa tante makin parah. Hanya bisa nangis mendengar suaranya, yang bahkan merapalkan kata sudah mulai tak jelas. Ya Allah, ini yang selama ini saya takutkan. Kata ibu, ia selalu mencari saya, menanyakan kapan saya pulang, dan sudah beberapa hari tidak makan. Hati rasanya tertusuk belati. Meninggalkan pendidikan ini berarti semua juga selesai, dan terlalu jauh untuk pulang.
Beberapa hari kemudian, mendapat telepon lagi, takut kabar yang didengar semakin buruk. Malam itu, ibu mengabarkan bahwa kakek sedang sakit, semua keluarga berkumpul. Kabar apa ini Ya Allah? Saya sedang jauh dan orang-orang yang saya sayang sedang sakit. Rasa takut makin memuncak. Gelisah, khawatir, pikiran tak karuan. Hanya bisa berdoa. Sedikit lagi Ya Allah, sedikit lagi saya pulang. Berilah saya kesempatan untuk bertemu mereka.
Beberapa hari yang terasa begitu panjang dan berat. Hingga akhirnya mendapat kabar mereka sudah agak membaik. Alhamdulillah! Meski demikian, rasa ingin cepat-cepat pulang tetap ada membayangi hari-hari selama pendidikan. Doa-doa terus kurapalkan untuk kesehatan semua orang. Tugas-tugas semakin berat.    
Tiba waktu untuk pulang kembali ke rumah, setelah melewati berbagai ujian untuk menyelesaikan pendidikan. Keinginan untuk bertemu keluarga semakin menggebu. Kembali saya bersyukur Allah masih memberi saya kesempatan bertemu dengan keluarga.
Tahun 2019, saya kehilangan mereka, tante dan kakek. Allah mengambil miliknya kembali. Sampai di sini tugas saya merawat mereka. Hanya berselang beberapa bulan saya kehilangan dua orang. Tante pergi sebulan setelah saya wisuda. Setelah bertahan selama tiga hari tidak lagi bisa makan. Bertahan selama beberapa tahun dengan kelumpuhannya. Ia telah bersusah payah untuk bertahan. Kini, ia telah kembali ke Sang Pemilik. Kakek berpulang sehari sebelum hari raya Idul Adha. Dalam keadaan dirinya sedang salat  subuh. Tak ada yang menyangka. Tapi inilah nyatanya.
Di tahun sebelumnya saya banyak meraih impian-impian. Di tahun ini, saya kehilangan dua orang yang saya sayangi. Selama ini takut pergi jauh dari keluarga. Takut kalau saja mereka butuh saya, tapi saya tak ada didekatnya. Perjalanan hidup tak ada yang tahu, kita adalah pelakon. Lakon apa yang sedang kita kerjakan? Seberapa besar usaha kita untuk melakonkannya dengan baik? Hidup adalah belajar.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

KI HAJAR DEWANTARA DAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH

ARTIKEL AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF