KI HAJAR DEWANTARA DAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH

Pemikiran Filosofis Ki Hajar Dewantara

Soewardi Soerjaningrat atau yang lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara. Siapa yang tidak mengenalnya? Sosok luar biasa yang kemudian didaulat sebagai Bapak Pendidikan pendiri Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara memiliki pemikiran-pemikiran yang luar biasa mengenai pendidikan, yang sampai saat ini masih relevan dengan perkembangan dunia pendidikan.

Beberapa pemikiran Filosofis Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan akan dijelaskan secara ringkas berikut ini.

Ki Hajar Dewantara membedakan pengertian mengenai pengajaran dan pendidikan. Menurut beliau, pengajaran itu merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Maksudnya, pengajaran itu tidak lain adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Sedangkan, pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan sebagai sebuah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maka, sebagai pendidik tugas kita adalah menuntun tumbuhnya kekuatan kodrat pada anak. 

Menuntun anak-anak untuk tumbuh agar selamat dan bahagia sebagai manusia dan anggota masyarakat, dengan menerapkan asas Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Guru harus bisa memberi contoh dan panutan kepada anak didiknya, guru harus bisa membangkitkan semangat atau kemauan dalam diri murid untuk terus belajar dan melakukan inovasi, serta guru harus memberi dorongan/motivasi/arahan kepada anak didiknya.  

Kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak ialah segala kekuatan yang ada dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak itu karena kekuasaan kodrat. Pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.

Kodrat anak yaitu merdeka, pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir, sedang merdekanya hidup batin itu terdapat dari pendidikan. Kodrat anak juga adalah bermain. Kegiatan permainan dapat dimasukkan dalam pembelajaran di sekolah. Melalui permainan anak bisa menebalkan budi pekertinya. Sejatinya budi pekerti anak terbentuk dari menyatunya pikiran/kognitif (cipta), perasaan/emosi-relasi (rasa), kemauan/kehendak (karsa), serta tenaga/perilaku/karya.bakti (raga).

Pendidikan harus sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman anak itu tumbuh. Anak-anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratnya yang unik. Mereka memiliki karakteristik, bakat, dan kemampuan yang berbeda-beda. Maka, pendidikan harus mampu mewadahi karakteristik yang beragam tersebut. Selain itu, harus sesuai dengan zamannya, seperti sekarang ini zaman teknologi berkembang pesat, maka pendidik harus melek teknologi agar dapat mengikuti perkembangan zaman.

Pendidikan berpihak pada anak. Menurut Ki Hajar Dewantara (1922), pendidik harus bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, bukan untuk meminta sesuatu hak, melainkan untuk berhamba pada sang anak. Maka, pendidikan harus berpihak pada anak.

Anak lahir dengan kekuatan kodrat yang masih samar-samar. Tujuan Pendidikan adalah menuntun (memfasilitasi/membantu) anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusia seutuhnya. Menebalkan laku anak dengan kekuatan konteks diri anak dan sosio-kultural/budaya.


Refleksi Pengalaman Mempelajari Pemikiran Ki Hajar Dewantara


Pemikiran Ki Hajar Dewantara memberi banyak pengetahuan baru buat saya mengenai pendidikan yang baik untuk anak. Sebelumnya, saya melaksanakan proses pembelajaran tanpa memperdulikan karakteristik, bakat, dan minat peserta didik yang berbeda. Saya berperan lebih dominan dibandingkan peserta didik, sibuk menjelaskan materi untuk menyelesaikan target materi pelajaran tanpa memperhatikan pemahaman peserta didik. Saya juga tidak terlalu memperhatikan motivasi peserta didik dalam belajar, seperti ketidakhadiran anak-anak di kelas. Saya jarang melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Selain itu, saya juga berfokus atas nilai yang dicapai anak-anak yakni harus memenuhi KKM. 

Setelah menjalani proses pembelajaran mengenai pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya mengenal bahwa pendidikan itu menuntun, pendidikan itu memerdekakan, dan pendidikan itu sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. 

Pendidikan itu menuntun, pendidik tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada anak. Sebagai seorang guru harus mampu menuntun anak sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Dengan memahami dan menerapkan 3 asas dari Ki Hajar Dewantara yakni Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani yakni tugas guru menjadi teladan atau role model bagi peserta didik, guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk belajar dan melakukan inovasi, serta guru harus menberikan dorongan, motivasi, dan arahan kepada peserta didiknya. 

Pendidikan yang memerdekakan, yakni membuat siswa belajar tanpa tekanan. Tugas guru adalah mendesain proses pembelajaran yang mampu mengakomodir gaya belajar anak yang berbeda. Guru harus mampu mengidentifikasi karakteristik peserta didik, mengetahui hambatan, kemajuan dan tingkat perkembangan siswa dalam belajar. Menggunakan metode belajar yang variatif dan menyenangkan agar siswa dapat belajar dengan baik,

Pendidikan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman, saya paham dan sadar bahwa setiap anak itu unik, memiliki karakteristik, bakat, dan kemampuan yang berbeda, setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun, potensi diri pada anak dapat muncul dan mencapai tingkat tertinggi melalui pendidikan.

Saya juga memahami bahwa pendidikan harus sesuai dengan konteks sosial-kurtural di mana pendidikan itu dilaksanakan. Menjalankan pendidikan dengan memperhatikan konteks sosial dan budaya yang ada pada tempat pendidikan itu dilaksanakan, Hal ini penting, agar mereka dapat memahami tugas mereka sebagai makhluk sosial dan makhluk berbudaya. Nilai-nilai sosial dan budaya patut untuk dipahamkan kepada peserta didik.

Dalam hal menerapkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya akan berusaha menjadi teladan bagi peserta didik dalam perkataan maupun perbuatan, melakukan pembiasaan pendidikan karakter secara berkelanjutan, merancang pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, melakukan pendekatan emosional guna memotivasi peserta didik, mengenali karakter peserta didik dengan komunikasi bersama orang tua, serta mempafisilitasi peserta didik mengembangkan bakat dan minatnya. 


Proses Pembelajaran yang Mencerminkan Pemikiran Ki Hajar Dewantara sesuai dengan Konteks Sosial Budaya di Sekolah

Konteks sosial budaya di daerah kami yang dapat diterapkan di sekolah adalah budaya sibaliparriq, metabe’, malaqbi (kero, pau, gau). Selain itu, salah satu bentuk sosial budaya di daerah kami yakni penyelesaian masalah melalui musyawarah/mufakat dengan musyawarah adat.

Sibaliparriq dalam hal ini dimaknai sebagai gotong royong, bekerja sama, dan saling membantu. Dalam proses pembelajaran dapat diterapkan dalam proses diskusi, peserta didik bisa bekerja bersama untuk menyelesaikan diskusi dengan baik. Dalam bentuk gotong royong pada proses jumat bersih, bersama-sama membersihkan area sekolah.

Metabe’ merupakan budaya di mandar yakni bentuk kesopanan (permisi) kepada orang yang lebih tua. Dalam proses pembelajaran, anak-anak diajarkan untuk meminta izin atau permisi (metabe’) sebelum berbicara atau menyampaikan pendapatnya.    

Malaqbi kero, malaqbi pau, dan malaqbi gau. Malaqbi dalam hal ini dimaknai sebagai budi pekerti yang baik dalam bersikap, berbicara, dan tingkah laku. Penerapan dalam proses pembelajaran yakni menanamkan budi pekerti ke anak-anak dalam hal sopan santun dalam bersikap, berbicara, dan tingkah laku. Menghargai pendapat teman dalam berdiskusi, sopan dalam menyampaikan pendapat.  

 Musyawarah adat diterapkan dalam proses pembelajaran dengan mengajarkan peserta didik untuk menyelesaikan masalah melalui musyawarah dan mufakat dalam mengambil keputusan. Melalui metode pembelajaran problem based learning, menjalankan sintaks yang ada, peserta didik menyelesaikan dengan musyawarah bersama peserta didik lainnya.

Proses pembelajaran di sekolah berusaha mengenalkan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat melalui mata pelajaran muatan lokal, seperti sayyang pattudu’ atau kuda menari (kegiatan kebudayaan yang diadakan untuk merayakan keberhasilan seorang anak khatam alquran), perayaan maulid nabi (dilaksanakan untuk mengenang kelahiran Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah), melestarikan bahasa daerah, mengenalkan masakan khas daerah, baju adat beserta maknanya, dan berbagai hal lainnya. 


Andriani E. (CGP Angkatan 7) 

SMA Negeri 1 Matangnga





Comments

Popular posts from this blog

Pencapaian tertinggi dan Kehilangan

ARTIKEL AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF